Total Tayangan Halaman

Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

30 Januari 2010

KERAJAAN BALI

BEDAH SEJARAH


Ø SUMBER SEJARAH

Adanya kerajaan Bali diperoleh dari prasasti dan berita Cina. prasasti yang ditemukan di Bali berangka tahun 804 saka (882M). Isinya, menyebutkan tentang pemberian izin kepada para bhiksu (pendeta budha) dalam pembuatan tempat pertapaan di bukit Cintamani. prasasti lain yang ditemukan berangka tahun 818 Saka (896 M). Isinya tentang pembuatan tempat pertapaan. dari ke dua prasasti tersebut diketahui bahwa pada sekitar abad ke-8 Masehi telah datang para pendeta Budha untuk menetap di Bali dan mendirikan tempat pertapaan.

Dalam Prasasti Sanur yang berangka tahun 836 saka (914 M) menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Bali Kuno, isinya tentang seorang raja bernama Sri Khaesari Warmadewa yang memerintah di Singhadwala.

Berita lain tentang kerajaan di Bali di peroleh dari Cina dari abad ke-7 yang menyebutkan bahwa di sebelah timur Ho-ling (Jawa) Terdapat kerajaan Dwa-pa-tan (Bali). disebutkanya bahwa adat istiadat rakyatnya hampir sama dengan rakyat Ho-ling. jika menulis telah menggunakan daun lontar. Mayat orang yang meninggal dihias, diberi wangi-wangian. dan kepala mulutnya dimasukan emas, lalu dibakar (ngaben). pembakaran mayat ini merupakan adat kebiasaan pemeluk Hindu. dengan demikian di BALI telah berkembang agama Hindu dan Budha dalam abad ke-7 Masehi.

RAJA-RAJA yang Memerintah

Dari prasarti-prasasti yang ditemukan dapat diketahui bahwa di Bali telah berdiri Dinasti Warmadewa. sejak tahun 915 setelah Raja Sri Khaesari Warmadewa yang memerintah di Bali adalah Raja Ugra Sema. raja Bali berikutnya adalah Haji Tabanendra Warmadewa. ia memerintah bersama permaisurinya bernama Sang Ratu Luhur Sri Subhadrika Dharmadewi (955-967 M). Ia kemudian digantikan oleh Jayasingha Warmadewa (960-975 M). Pada masa pemerintahanya ia membangun tempat pemandian di desa Manukraya pada tahun 960 Masehi yang diberi nama Tirtha Empul (dekat dengan istana Tampaksiring sekarang). Pada tahun 983 yang berkuasa di Bali adalah Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewa. pada tahun 989 Bali diperintah oleh raja Udayana yang bergelar Dhaarmadayana Warmadewa. raja ini menikah dengan Mahendrata, cucu Mpu Sindok dari putrinya Sri Makuta Wangsawardhani dari dinasti Isana (Jawa Timur).

SANG RAJA SINGOSARI

Raja pertama Singhosari adalah Ken Arok yang bergelar Sri Ranggah Rajasa Amurwabhumi. Ken Arok tidak dikenal dari prasasti, tetapi dari buku kesusastraan lama, yakni kitab pararaton dan megarakertagama. menurut, kisahnya Ken Arok adalah anak seorang biasa dari Desa Pungkur. sejak mudanya ia dikenal sebagai seorang penyamun yang sakti sehinga menjadi buronan. berkat bantuan seorang pendeta yang mengambilnya sebagai anak pungut, ia dapat diterima mengabdi kepada seorang akuwu (semacam bupati) di Tumampel. Akuwu itu bernama Tunggul Ametung dan istrinya bernama Ken Dedes. tetapi akuwu ini kemudian dibunuhnya dan jandanya, Ken Dedes dinikahinya. Ken arok kemudian berkuasa di Tumapel sebagai bagian dari kerajaan Kadiri. setelah merasa kuat ia melepaskan diri dari kekuasaan Kadiri. Kebetulan waktu itu di Kediri sedang dilanda pertikaian antara raja dengan kaum pendeta. para pendeta itu melarikan diri ke Tumapel dan dilindungi oleh Ken Arok. pada waktu itu yang menjadi raja Kediri adalah Kertajaya. Kertajaya menindak Ken Arok, tetapi dalam pertempuran di Genter pada tahun 1222, Kertajaya dapat dikalahkan. Kerajaan kediri akhirnya jatuh ke tangan Ken Arok. Kediri kemudian di gabungkan dengan Tumapel menjadi kerajaan baru yang diberi nama Singhosari, yang nama resminya adalah Kutaraja. Ken Arok naik tahta menjadi raja Singhosari yang pertama. di bawah pemerintahanya Singhosari tumbuh menjadi kerajaan besar yang aman dan sejahtera. Ken Dedes melahirkan putra yang diberi nama Anusapati. Anusapati ini adalah anak dari Tunggul Ametung karena ketika dinikahi oleh Ken Arok, Ken Dedes sedang hamil tiga bulan. dari Ken Arok, ia melahirkan anak laki-laki bernama Mahisa Wong Teleng. dari istri yang lain, Ken Arok mempunyai putra yang bernama Tohjaya. Dalam tahun 1227 Ken Arok dibunuh oleh anak tirinya, Anusapati, sebagai balas dendan atas kematian ayahnya Tunggul Ametung. Ken Arok dimakamkan dalam sebuah candi di Kagenengan dalam bangunan suci agama Siwa dan Budha di sebelah selatan Singhosari. Kertanegara adalah raja terbesar Singhosari berkat keberhasilannya mengembangkan daerah kekuasaan sampai ke Sumatera. untuk menaklukan daerah-daerah di Sumatera dan Melayu, ia mengirimkan pasukanya ke Melayu yang terkenal dengan nama “Ekspedisi Pamalayu” pada tahun 1275-1292. Dalam tahun 1284 daerah Bali juga dapat di taklukan. demikian pula Pahang, Sunda, Gurun (Maluku), dan Bakulapura (Kalimantan Barat Daya), termasuk dalam kerajaan Singhosari. Kertanegara dianggap sebagai raja yang merintis persatuan nusantara, yang dalam perkembanganya dicapai pada masa kejayaan kerajaan Majapahit. Dengan Campa (India) juga diadakan hubungan persahabatan melalui perkawinan. Kehidupan kebudayaan peninggalan-peninggalan kebudayaan masyarakat Singhosari banyak yang sampai ke tangan kita, seperti kitab-kitab kesusastraan (Paraton dan Negarakertagama), candi-candi (Candi Jago, Candi Singhosari, dll.), arca-arca (Arca Kertanegara, Arca Ken Arok, Ken Dedes, dll.) dan sebagainya. Candi Jago sebagai makam Wisnuwardhana menarik perhatian kita, sebabnya, candi ini berbeda dengan candi-candi yang dibangun sebelumnya. kaki pada candi jago ini bertingkat yang tersusun secara berundak-undak. Tubuh candinya terletak dibagian belakang kaki candi, yang menunjukan timbulnya kembali unsur-unsur Indonesia Jaman Kuno. Relief-reliefnya merupakan pahatan datar, gambar-gambar orangnya menyerupai wayang kulit Bali sekarang, dan tokoh-tokohnya diikuti oleh punakawan, seperti bujang pelawak. hal ini menunjukan bahwa masyarakat Singhosari berusaha mempertahankan unsur-unsur kebudayaan nenek moyangnya.

25 Januari 2010

Ken Arok

Ken Arok, adalah pendiri Kerajaan Tumapel (yang kemudian terkenal dengan nama Singhasari). Arok berasal dari kata rok yang artinya berkelahi, Tokoh Ken Arok memang dikisahkan nakal dan gemar berkelahi. Menurut naskah Pararaton, Ken Arok (yang ditulis pula Ken Angrok) adalah putra Dewa Brahma yang berselingkuh dengan seorang wanita bernama Ken Ndok dari desa Pangkur. Oleh ibunya, bayi Ken Arok dibuang di sebuah pemakaman, hingga kemudian ditemukan dan diasuh oleh seorang pencuri bernama Lembong. Berdasarkan temuan bekas peninggalan Ken Arok yang ada di desa Jiwut kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar besar kemungkinan dia dilahirkan atau dibesarkan di daerah tersebut mengingat zaman dahulu nama blitar belum ada dan yang ada seluruhnya tersebut termasuk wilayah kerajaan kadiri. (foto bekas bangunan peningalan menyusul). Diyakini pula bahwa Ken Arok dan Ken Dedes yang melahirkan keturunan raja-raja besar di tanah jawa mulai dimulai dari singhosari, majapahit sampai mataram.


Ken Arok tumbuh menjadi pemuda yang gemar berjudi, sehingga membebani Lembong dengan banyak hutang. Lembong lalu mengusirnya. Ken Arok kemudian diasuh oleh Bango Samparan, seorang penjudi pula yang menganggapnya membawa keberuntungan. Ken Arok tidak betah menjadi anak angkat istri tua Bango Samparan. Ia kemudian bersahabat dengan Tita anak kepala desa Siganggeng. Keduanya pun menjadi pasangan perampok yang ditakuti di seluruh kawasan Kadiri. Pada suatu hari Ken Arok bertemu seorang brahmana dari India bernama Lohgawe, yang datang ke tanah Jawa mencari titisan Wisnu. Dari ciri-ciri yang ditemukan, Lohgawe yakin kalau Ken Arok adalah orang yang dicarinya. Atas bantuan Lohgawe, Ken Arok dapat diterima bekerja sebagai pengawal Akuwu (camat) Tumapel yang merupakan salah satu daerah bawahan Kerajaan Kadiri saat itu yaitu Tunggul Ametung. Tunggul Ametung memiliki seorang istri cantik bernama Ken Dedes. Ken Arok tertarik pada wanita itu. Bahkan, Lohgawe juga meramalkan kalau Ken Dedes akan menurunkan raja-raja Jawa. Hal itu membuat Ken Arok semakin berhasrat untuk merebut Ken Dedes. Ken Arok membutuhkan keris ampuh untuk membunuh Tunggul Ametung. Bango Samparan memperkenalkan Ken Arok pada sahabatnya yang bernama Mpu Gandring dari desa Lulumbang. Ia seorang ahli dalam membuat pusaka ampuh. Mpu Gandring sanggup membuatkan sebilah keris ampuh dalam waktu setahun. Ken Arok tidak sabaran. Lima bulan kemudian ia datang mengambil pesanan. Keris yang belum sempurna direbut dan ditusukkan ke dada Mpu Gandring.


Kemudian Ken Arok kembali ke Tumapel dan menjalankan rencana liciknya. Mula-mula ia meminjamkan keris pusakanya pada Kebo Hijo, rekan kerjanya sesama pengawal. Kebo Hijo lalu memamerkan keris itu sebagai miliknya ke semua orang yang ia temui. Pada malam berikutnya, Ken Arok mencuri keris pusakanya dari tangan Kebo Hijo yang sedang mabuk arak. Ia lalu menyusup ke kamar tidur Tunggul Ametung dan membunuh majikannya itu. Ken Dedes menjadi saksi pembunuhan suaminya. Namun ia luluh pada rayuan Ken Arok. Lagi pula, Ken Dedes menikah dengan Tunggul Ametung didasari rasa keterpaksaan. Pagi harinya, Kebo Hijo dihukum mati karena kerisnya ditemukan menancap di mayat Tunggul Ametung. Ken Arok lalu menjadi akuwu baru di Tumapel dan menikahi Ken Dedes. Saat itu Ken Dedes sedang mengandung anak Tunggul Ametung.


Pada tahun 1222 terjadi perselisihan antara Kertajaya raja Kadiri dengan para brahmana. Para brahmana pindah ke Tumapel meminta perlindungan Ken Arok. Kertajaya mengaku tidak ada yang bisa mengalahkan dirinya, kecuali Bhatara Siwa. Mendengar sesumbar itu, Ken Arok pun memakai gelar Bhatara Siwa dan siap memerangi Kertajaya. Perang antara Kadiri dan Tumapel terjadi di desa Ganter. Pihak Kadiri kalah. Kertajaya melarikan diri, bersembunyi di dalam sebuah candi. Sejak saat itu Tumapel menjadi kerajaan baru yang merdeka. Ken Arok menjadi raja pertama dengan gelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabumi dan memerintah pada tahun 1222-1227


Nama Rajasa selain dijumpai dalam kedua naskah di atas, juga dijumpai dalam prasasti-prasasti yang diterbitkan oleh Raden Wijaya, pendiri Majapahit. Nama Ken Arok memang hanya dijumpai dalam Pararaton, sehingga diduga kuat merupakan ciptaan pengarang naskah tersebut sebagai nama samaran yang aslinya adalah Rajasa.

11 November 2009

Sejarah Ditetapkannya 28 November Sebagai Hari Jadi Kabupaten Malang


TIDAK banyak yang mengetahui, kalau tanggal 28 November mendatang merupakan Hari Jadi Kabu­paten Malang ke 1249. Bahkan masyarakat Kabu­paten Malang pun tidak menyangka kalau sebenar­nya usia Kabupaten Malang sebagai ibu kota suatu wilayah telah mencapai ribuan tahun. 

Penetapan tanggal 28 November sebagai Hari Jadi Kabupaten Malang pun harus, menurut Kepala Humas Kabupaten Malang, Suroto melalui berbagai penelitian. Berawal dari penelitian L Damais dalam Etude d'Epigraphy d' Indonesia IV, 1952 menyebut­kan, dari berbagai peninggalan sejarah yang ada, membuktikan sejak Abad ke VIll Masehi, wilayah yang kemudian dikenal sebagai Kabupaten Malang, mempunyai hubungan sejarah dengan pusat kera­jaan Kanjuruhan di sekitar daerah Dinoyo. 

Berita tertulis tentang kerajaan yang berpusat di daerah Kabupaten Malang berasal dari sebuah prasasti yang ditemukan di Desa Merjosari (Dinoyo­ Malang). Dalam Prasasti Kanjuruhan itu digunakan dua macam cara penanggalan yaitu yang pertama dengan cara Cronogram (Candrasangkala) dan kedua dengan cara menuliskan angka tahunnya. Dari unsur penanggalan Candrasangkala serta menyebutkan rasi-rasi bintang yang disebutkan pada saat itu, ma­ka saat itu ekuivalen dan bertepatan dengan hari Jum'at Legi, tanggal 28 Nopember tahun 760 Masehi, adalah Hari Jadi Kabupaten Malang 

"Berdasarkan penelitian itulah kemudian ditetap­kan tanggal 28 Nopember sebagai Hari Jadi Kabu­paten Malang yang selanjutnya dengan dasar kebia­saan dilaksanakan dari tahun ke tahun dengan maksud dan tujuan adanya kontinuitas historis atau kesinambungan sejarah," terang Suroto. 

Menurutnya, secara de jure keberadaan pemerin­tahan Kabupaten Malang dimulai ketika dipimpin Raden Tumenggung Noto Diningrat Ke I yang diang­kat oleh Pemerintah Hindia Belanda pada Tahun 1819 sampai berakhir masa jabatannya tanggal 12-11-1839. "Sampai saat ini Kabupaten Malang telah mengalami pergantian Bupati sebanyak 20 kali," jelasnya. 

Sedangkan asal-usul nama Malang berdasarkan buku sejarah ternyata berasal dari sebuah nama candi yang berada di wilayah Kuto Bedah dekat aliran sungai Brantas yang dikenal dengan nama Candi Malang Kuceswara, yang mempunyai makna "Celakalah segala bentuk kebathilan/ kejahatan". 

Nama Malang juga terdlapat pada sebuah prasasti yang berangkat tahun 1120 saka atau tahun 1198 M yang tertulis "…..taning sakrido(ning) Malang…..", dengan adanya bangunan suci tersebut membuktikan bahwa wilayah Malang merupakan pusat pemerintahan dan menunjukkan adanya ak­tifitas masyarakat yang telah memiliki sistem sosial teratur. 

Dikatakan, peringatan Hari Jadi Kabupaten Malang yang tahun ini mengambil tema 'Ayo Gotong Royong Bangun Kabupaten Malang' merupakan bentuk rasa syukur masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Malang atas hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai dan menjadi motivasi menuju ke arah yang lebih baik dengan tidak mengesampingkan nilai­-nilai sejarah. 

Di era Otonomi Daerah, semua daerah berusaha menggali dan mengembangkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki dengan tu­juan untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkem­bangan wilayahnya dengan harapan dapat mewujud­kan kesejahteraan masyarakatnya. 

Salah satu upaya penggalian dan pengembangan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Malang adalah mengenalkan budaya daerah yang menjadi potensi baik di tingkat nasional maupun internasional. Harapan ini bisa dilakukan melalui sarana promosi ataupun melalui perayaan momen­tum hari jadi, sehingga masyarakat luas dapat me­ngenal lebih banyak potensi budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Malang . 

Bahkan sesuai dengan Peraturan Pemerintahan (PP) 18 Tahun 2008, telah ditetapkan Kepanjen sebagai Ibu Kota Kabupaten Malang. Berbagai proses menuju ke Kepanjen telah dilakukan. Sebagian kegiatan pemerintahan telah pindah ke wilayah Kepanjen seperti Dinas Tenaga kerja, Dinas Perda­gangan dan Perindustrian, Dinas Kesehatan dan beberapa dinas lainnya. Sampai saat ini Wilayah Kabupaten Malang memiliki 33 Kecamatan dengan 378 Desa serta 12 Kelurahan. 



Disunting dari Harian Surya 10 November 2009

19 Desember 2008

Candi Singosari

Lokasi : Candirenggo, Singosari, Malang

Koordinat GPS : S7.887760 - E112.663890

Ketinggian : 512 m

Candi Singosari terletak didesa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Ditemukan pada sekitar awal abad 18 (tahun 1800-1850) dengan pemberian nama/sebutan Candi Menara oleh orang Belanda. Mungkin pemberian nama ini disebabkan bentuknya yang menyerupai menara. Sempat juga diberi nama Candi Cella oleh seorang ahli purbakala bangsa Eropa dengan berpedoman adanya empat buah celah pada dinding-dinidng dibagian tubuhnya. Juga menurut laporan dari W. Van Schmid yang mengunjungi candi ini pada tahun 1856, penduduk setempat menamakan Candi Cungkup. Akhirnya nama yang hingga sekarang dipakai adalah Candi Singosari karena letaknya di Singosari, adapula sebagian orang menyebutnya dengan Candi Renggo karena letaknya didesa Candirenggo.

Menurut laporan tertulis dari para pengunjung Candi Singosari dari tahun 1803 sampai 1939, dikatakan bahwa Candi Singosari merupakan kompleks percandian yang luas. Didalam kompleks tersebut didapatkan tujuh buah bangunan candi yang sudah runtuh dan banyak arca berserakan disana-sini. Salah satu dari tujuh candi yang dapat diselematkan dari kemusnahan adalah candi yang sekarang kita sebut Candi Singosari. Adapun arca-arcanya banyak yang dibawa ke Belanda, sedangkan arca-arca yang saat ini berada dihalaman Candi Singosari sekarang ini, berasal dari candi-candi yang sudah musnah itu.

Bentuk bangunan Candi Singosari sendiri bisa dibilang istimewa, karena candi itu seolah-olah mempunyai dua tingkatan. Seharusnya bilik-bilik candi berada pada bagian badan candi, pada Candi Singosari justru terdapat pada kaki candi. Bilik-bilik tersebut pada awalnya juga terdapat arca didalamnya yakni disebelah utara berisi arca Durgamahisasuramardhini, sebelah timur berisi arca Ganesha dan dibagian selatan terdapat arca Resi Guru yang biasa terkenal dengan sebutan Resi Agastya. Namun saat ini hanya tinggal arca Resi Agastya saja, sedangkan arca lainnya telah dibawa ke Leidan - Belanda. Alasan mengapa arca resi Agastya tidak dibawa serta ke Belanda adalah mungkin dikarenakan kondisinya yang sudah rusak cukup parah, sehingga tidak layak dibawa sebagai hadiah kepada penguasa negeri belanda pada saat itu.

Hal lain yang menarik untuk diamati pada Candi Singosari ini adalah hiasan candi. Umumnya bangunan candi dihias dengan hiasan yang rata pada seluruh badan atau bagian candi. Pada Candi Singosari kita tidak mendapatkan hal yang demikian. Hiasan Candi Singosari tidak seluruhnya diselesaikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Candi Singosari dahulu belum selesai dikerjakan tapi kemudian ditinggalkan. Sebab-sebab ditinggalkan tersebut dihubungkan dengan dengan adanya peperangan, yaitu serangan dari raja Jayakatwang dari kerajaan Gelang-gelang terhadap Raja Kertanegara kerajaan Singhasari yang terjadi pada sekitar tahun 1292. Serangan raja Jayakatwang tersebut dapat menghancurkan kerajaan Singhasari. Raja Kertanegara beserta pengikutnya dibunuh. Diduga karena masa kehancuran (pralaya) kerajaan Singhasari itulah, maka Candi Singosari tidak terselesaikan dan akhirnya terbengkalai.

Ketidak selesaian bangunan candi ini bermanfaat juga bagi kita yang ingin mengetahui teknik pembuatan ornamen (hiasan) candi. Tampak bahwa hiasan itu dikerjakan dari atas ke bawah. Bagian atas dikerjakan dengan sempurna, bagian tubuh candi (tengah) sebagian sudah selesai sedangkan bagian bawah sama sekali belum diselesaikan.

Dihalaman Candi Singosari masih terdapat beberapa arca yang tersisa, beberapa diantaranya berupa tubuh dewa/dewi meskipun bisa dibilang tidak utuh lagi. Bahkan terdapat satu arca Dewi Parwati yang memiliki bagian kepala yang terlihat "aneh". nampaknya bagian tersebut bukan merupakan kepala arca yang sebenarnya. Karena kepala arca yang sebenarnya diduga putus dan tidak ditemukan kembali.

Berkunjung ke Candi Singosari ini sambil memegang buku panduan wisata yang bercerita tentang sejarah candi Singosari, sempat menimbulkan kesedihan dihati saya. Betapa tidak, dibeberapa bagian halaman buku tersebut terpampang jelas foto-foto arca yang telah dibawa ke negeri Belanda, lengkap beserta penjelasan posisi/sikap beserta atribut-atibut yang dikenakan oleh tokoh arca tersebut. Foto-foto yang ada menunjukkan bahwa apa yang mereka (penjajah) bawa kenegeri mereka, memang merupakan arca yang masih utuh dengan tingkat seni yang bisa dibanggakan. Suatu hal yang bisa dibilang "perampokan" oleh bangsa Belanda terhadap seni-budaya bangsa Indonesia..

Sumber: artikel di lokasi wisata dan buku Petunjuk Wisata Sejarah Kabupaten Malang

SEJARAH KOTA MALANG


Daerah Malang merupakan peradaban tua yang tergolong pertama kali muncul dalam sejarah Indonesia yaitu sejak abad ke 7 Masehi. Peninggalan yang lebih tua seperti di Trinil (Homo Soloensis) dan Wajak - Mojokerto (Homo Wajakensis) adalah bukti arkeologi fisik (fosil) yang tidak menunjukkan adanya suatu peradaban. Peninggalan purbakala disekitar wilayah Kota Malang seperti Prasasti Dinoyo (760 Masehi), Candi Badut, Besuki, Singosari, Jago, Kidal dan benda keagamaan berasal dari tahun 1414 di Desa Selabraja menunjukkan Malang merupakan pusat peradaban selama 7 abad secara kontinyu.

Malang merupakan wilayah kekuasaan 5 dinasti yaitu Dewasimha / Gajayana (Kerajaan Kanjuruhan), Balitung / Daksa / Tulodong Wawa (Kerajaan Mataram Hindu), Sindok / Dharmawangsa / Airlangga / Kertajaya (Kerajaan Kediri), Ken Arok hingga Kertanegara (Kerajaan Singosari), Raden Wijaya hingga Bhre Tumapel 1447 - 1451 (Kerajaan Majapahit).

MASA KERAJAAN KANJURUHAN

Kerajaan Kanjuruhan menurut para ahli purbakala berpusat dikawasan Dinoyo Kota Malang sekarang. Salah satu bukti keberadaan Kerajaan Kanjuruhan ini adalah Prasasti Dinoyo yang saat ini berada di Museum Jakarta. Prasasti Dinoyo ditemukan di Desa Merjosari (5 Km. sebelah Barat Kota Malang), di kawasan Kampus III Universitas Muhammadiyah saat ini. Prasasti Dinoyo merupakan peninggalan yang unik karena ditulis dalam huruf Jawa Kuno dan bukan huruf Pallawa sebagaimana prasasti sebelumnya. Keistimewaan lain adalah cara penulisan tahun berbentuk Condro Sangkala berbunyi Nayana Vasurasa (tahun 682 Saka) atau tahun 760 Masehi. Dalam Prasasti Dinoyo diceritakan masa keemasan Kerajaan Kanjuruhan sebagaimana berikut :

  • Ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja yang sakti dan bijaksana dengan nama Dewasimha
  • Setelah Raja meninggal digantikan oleh puteranya yang bernama Sang Liswa
  • Sang Liswa terkenal dengan gelar Gajayana dan menjaga Istana besar bernama Kanjuruhan
  • Sang Liswa memiliki puteri yang disebut sebagai Sang Uttiyana
  • Raja Gajayana dicintai para brahmana dan rakyatnya karena membawa ketentraman diseluruh negeri
  • Raja dan rakyatnya menyembah kepada yang mulia Sang Agastya
  • Bersama Raja dan para pembesar negeri Sang Agastya (disebut Maharesi) menghilangkan penyakit
  • Raja melihat Arca Agastya dari kayu Cendana milik nenek moyangnya
  • Maka raja memerintahkan membuat Arca Agastya dari batu hitam yang elok

Salah satu Arca Agastya ada di dalam kawasan Candi Besuki yang saat ini tinggal pondasinya saja. Bukti lain keberadaan Kerajaan Kanjuruhan adalah Candi Badut yang hingga kini masih cukup baik keadaannya serta telah mengalama renovasi dari Dinas Purbakala. Peninggalan lain adalah Patung Dewasimha yang berada di tengah Pasar Dinoyo saat ini.

MASA KERAJAAN MATARAM HINDU

Keturunan Dewasimha dan Gajayana mundur sejalan dengan munculnya dinasti baru di daerah Kediri yaitu Balitung, Daksa, Tulodong dan Wawa yang merupakan keturunan Raja Mataram Hindu di Jawa Tengah. Balitung (898 - 910) adalah Raja Mataram pertama yang menguasai Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dinasti ini memusatkan kekuasaannya di daerah Kediri yang lebih dekat ke Jawa Tengah dibandingkan dengan bekas pusat kekuasaan Kerajaan Kanjuruhan di Malang. Pada masa ini Malang hanyalah sebuah wilayah yang tidak begitu penting kedudukannya.

MASA KERAJAAN KEDIRI, DAHA DAN JENGGALA

Dinasti berikutnya yang menguasai Kediri setelah kemunduran Mataram Hindu adalah keturunan Sindok, Dharmawangsa, Airlangga dan terakhir Kertajaya (1216 - 1222). Pada masa ini pusat kekuasaan beralih ke Daha / Jenggala sedangkan daerah Malang menjadi sebuah wilayah setingkat Kadipaten yang maju dan besar terutama sebagai dalam bidang keagamaan dan perdagangan, dipimpin oleh seorang Akuwu.

MASA KERAJAAN SINGOSARI

Singosari dikenal sebagai salah satu kerajaan terbesar di tanah Jawa yang disegani diseluruh Nusantara dan manca negara. Singosari semula adalah sebuah Kadipaten dibawah kekuasaan Raja Kediri yaitu Kertajaya. Kadipaten tersebut bernama Tumapel dipimpin oleh Akuwu Tunggul Ametung yang kemudian direbut kedudukannya oleh Ken Arok. Ken Arok kemudian mengembalikan pusat kekuasaan ke daerah Malang setelah Kediri ditaklukkan. Selama 7 generasi Kerajaan Singosari berkembang pesat hingga menguasai sebagian besar wilayah Nusantara. Bahkan Raja terakhir yaitu Kertanegara mempermalukan utusan Maharaja Tiongkok Kubhilai Khan yang meminta Singosari menyerahkan kekuasaannya.

Singosari jatuh ketangan Kediri ketika sebagian besar pasukan Kertanegara melakukan ekspedisi perang hingga ke Kerajaan Melayu dan Sriwijaya. Namun tidak lama kemudian pasukan Kediri berhasil dipukul mundur oleh keturunan Kertanegara yaitu Raden Wijaya yang kemudian dikenal sebagai pendiri Kerajaan Majapahit. Pada saat yang hampir bersamaan Raden Wijaya juga harus menghadapi serbuan dari armada Tiongkok yang menuntut balas atas perlakuan Raja Singosari sebelumnya (Kertanegara) terhadap utusannya. Armada Tiongkok inipun berhasil dikalahkan oleh Raden Wijaya berkat bantuan dari Penguasa Madura yaitu Arya Wiraraja.

MASA KERAJAAN MAJAPAHIT

Kerajaan Majapahit mencapai masa keemasan ketika dipimpin oleh Hayam Wuruk dengan patihnya Gajah Mada yang terkenal dengan Sumpah Palapa. Majapahit menaklukkan hampir seluruh Nusantara dan melebarkan sayapnya hingga ke seluruh Asia Tenggara. Pada masa ini daerah Malang tidak lagi menjadi pusat kekuasaan karena diduga telah pindah ke daerah Nganjuk. Menurut para ahli di Malang ditempatkan seorang penguasa yang disebut Raja pula.

Dalam Negara Kertagama dikisahkan Hayam Wuruk sebagai Raja Majapahit melakukan ziarah ke makam leluhurnya (yang berada disekitar daerah Malang), salah satunya di dekat makam Ken Arok. Ini menunjukkan bahwa walaupun bukan pusat pemerintahan namun Malang adalah kawasan yang disucikan karena merupakan tanah makam para leluhur yang dipuja sebagai Dewa. Beberapa prasasti dan arca peninggalan Majapahit dikawasan puncak Gunung Semeru (Telaga Ranu Gumbolo) dan juga di Gunung Arjuna menunjukkan bahwa kawasan Gunung Bromo - Tengger - Semeru serta Gunung Arjuna adalah tempat bersemayam para Dewa dan hanya keturunan Raja yang boleh menginjakkan kaki di wilayah tersebut. Bisa disimpulkan bahwa berbagai peninggalan tersebut merupakan rangkaian yang saling berhubungan walaupun terpisah oleh masa yang berbeda sepanjang 7 abad.

ASAL USUL NAMA KOTA MALANG


Nama Batara Malangkucecwara disebutkan dalam Piagam Kedu (tahun 907) dan Piagam Singhasari (tahun 908). Diceritakan bahwa para pemegang piagam adalah pemuja Batara (Dewa) Malangkucecwara, Puteswara (Putikecwara menurut Piagam Dinoyo), Kutusan, Cilahedecwara dan Tulecwara. Menurut para ahli diantaranya Bosch, Krom dan Stein Calleneis, nama Batara tersebut sesungguhnya adalah nama Raja setempat yang telah wafat, dimakamkan dalam Candi Malangkucecwara yang kemudian dipuja oleh pengikutnya, hal ini sesuai dengan kultus Dewa - Raja dalam agama Ciwa.

Nama para Batara tersebut sangat dekat dengan nama Kota Malang saat ini, mengingat nama daerah lain juga berkaitan dengan peninggalan di daerah tersebut misalnya Desa Badut (Candi Badut), Singosari (Candi Singosari). Dalam Kitab Pararaton juga diceritakan keeratan hubungan antara nama tempat saat ini dengan nama tempat di masa lalu misalnya Palandit (kini Wendit) yang merupakan pusat mandala atau perguruan agama. Kegiatan agama di Wendit adalah salah satu dari segitiga pusat kegiatan Kutaraja pada masa Ken Arok (Singosari - Kegenengan - Kidal - Jago : semuanya berupa candi).

Pusat mandala disebut sebagai panepen (tempat menyepi) salah satunya disebut Kabalon (Kebalen di masa kini). Letak Kebalen kini yang berada di tepi sungai Brantas sesuai dengan kisah dalam Pararaton yang menyebut mandala Kabalon dekat dengan sungai. Disekitar daerah Kebalen - Kuto Bedah - DAS Brantas banyak dijumpai gua buatan manusia yang hingga kini masih dipakai sebagai tempat menyepi oleh pengikut mistik dan kepercayaan. Bukti lain kedekatan nama tempat ini adalah nama daerah Turyanpada kini Turen, Lulumbang kini Lumbangsari, Warigadya kini Wagir, Karuman kini Kauman.

Pararaton ditulis pada tahun 1481 atau 250 tahun sesudah masa Kerajaan Singosari menggunakan bahasa Jawa Pertengahan dan bukan lagi bahasa Jawa Kuno sehingga diragukan sebagai sumber sejarah yang menyangkut pemerintahan dan politik. Penulisan Pararaton sudah . Namun pendekatan yang dipakai para ahli dalam menyelidiki asal usul nama Kota Malang didasarkan pada asumsi bahwa nama tempat tidak akan jauh berubah dalam kurun waktu tersebut. Hal ini bisa dibuktikan antara lain dari nama Kabalon (tempat menyepi) ternyata juga disebutkan dalam Negara Kertagama. Dalam kitab tersebut dikisahkan bahwa puteri mahkota Hayam Wuruk yaitu Kusumawardhani (Bhre Lasem) sebelum menggantikan ayahnya terlebih dahulu menyepi di di Kabalon dekat makam leluhurnya yaitu Ken Arok atau Rangga Rajasa alias Cri Amurwabumi. Makam Ken Arok tersebut adalah Candi Kegenengan.

Namun istilah Kabalon hanya dikenal dikalangan bangsawan, hal inilah yang menyebabkan istilah Kabalon tidak berkembang. Rakyat pada masa itu tetap menyebut dan mengenal daerah petilasan Malangkucecwara dengan nama Malang hingga diwariskan pada masa sekarang.

MASA KOLONIAL

Setelah kemunduran Kerajaan Majapahit yang terdesak oleh Kerajaan Mataram Islam, daerah Malang semakin ditinggalkan bahkan dijauhi karena kultus Dewa - Raja dan agama Hindu bertentangan dengan ajaran Islam. Peninggalan peradaban Hindu - Ciwa tidak lagi diperhatikan karena sisa pengikut Kerajaan Majapahit yang memeluk agama Hindu Ciwa menyingkir ke daerah Tengger dan keturunannya dikenal sebagai masyarakat Tengger sekarang.

Kedatangan bangsa kulit putih antara lain Portugis, Belanda dan Inggris pada akhirnya mengakibatkan kemunduran Kerajaan mataram sehingga Nusantara jatuh kedalam masa penjajahan. Dalam masa pertengahan penjajahan menurut Buku History of Java karangan Gubernur Jenderal Raffles (1812), Malang merupakan daerah perkebunan dibawah Kabupaten Pasuruan. Malang berkembang pesat setelah ada jalur kereta api dan dibukanya berbagai perkebunan terutama tebu untuk industri gula. Sampai saat ini dua pabrik gula peninggalan kolonial masih beroperasi yaitu PG. Krebet Baru dan PG. Kebon Agung.

MASA KEMERDEKAAN

Pada masa sesudah Proklamasi Kemerdekaan di Malang didirikan Pemerintah Daerah Sementara dan pada masa Perang Kemerdekaan (Clash I 1947 dan Clash II 1949) daerah Malang menjadi basis perjuangan baik politis maupun gerilya. Berbagai pasukan antara lain TGP dan pasukan Hamid Rusdi sangat terkenal dengan kegigihan dan keberaniannya. Salah satu pertempuran dahsyat dalam mempertahankan Kota Malang yang selalu dikenang adalah front Jalan Salak (kini Jalan Pahlawan Trip). Pada saat itu gugur 35 orang anggota Brigade 17 Detasemen I Trip Jawa Timur. Di bekas lokasi pertempuran tersebut kini didirikan Monumen dan Makam Pahlawan Trip. Makam Pahlawan yang lain terletak di Jalan Veteran tidak jauh dari Jalan Pahlawan Trip.

MASA ORDE LAMA

Pergolakan politis pada akhir masa Orde Lama juga terjadi di Malang karena aktifitas PKI / Komunis cukup banyak mempengaruhi masyarakat terutama golongan pemuda. Terjadi rapat2 umum, demonstrasi, kerusuhan dan bentrokan fisik antara pendukung Komunis dengan pendukung Pancasila, salah satunya yang terkenal adalah penyerbuan Gedung Sarinah sekarang. Akhirnya kelompok Komunis dapat dikalahkan dan melarikan diri ke daerah Blitar sehingga dilakukan operasi militer Sandhi Yudha yang mengakhiri petualangan Komunis di Indonesia.

MASA ORDE BARU

Kota Malang berkembang pesat pada masa Orde Baru berkat perkembangan perekonomian yang semakin baik dan semangat masyarakat yang kuat untuk meraih hari depan yang lebih baik. Berbagai kegiatan pembangunan di segala bidang terus dilakukan dan memberikan hasil yang memuaskan.

MASA REFORMASI

Malang sebagai Kota Pendidikan juga menjadi salah satu barometer aksi yang menggulirkan reformasi. Ribuan Pelajar dan Mahasiswa turun ke jalan untuk memperjuangkan hak rakyat dan prinsip demokrasi hingga berhasil. Dan perjuangan terus dilanjutkan di daerah antara lain dengan mengupayakan pemilihan Pimpinan Daerah (Walikota) yang demokratis.